Sembilan Belas Tahun Bom Bali 1: Renungan Anak Korban

12 Oktober 2021

Alm. I Ketut Sumerawat adalah salah satu korban dari Bom Bali 1 yang terjadi tepat 19 tahun yang lalu, 12 Oktober 2002. Almarhum meninggalkan seorang istri dan 3 orang anak perempuan. Wina, anak kedua almarhum yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Universitas Udayaana dan menunggu wisuda pada tanggal 30 Oktober mendatang membagikan ceritanya:

“Wina sudah merelakan kepergian Bapak” katanya memulai ceritanya melalui sambungan telepon. Menurutnya, Ia kini tak lagi punya rasa sedih akan kejadian yang merengut ayahnya pada peristiwa terorisme terbesar yang terjadi di Bali. “Sekarang sudah bukan waktunya untuk bersedih. Wina sadar bahwa semua orang yang hidup di dunia ini pada suatu saat nanti, cepat atau lambat akhirnya akan meninggal. Bapak telah meninggalkan kami pada saat kejadian tersebut. Itulah jalan yang diberikan Tuhan kepada Bapak dan keluarga kami.”

“Kejadian serangan teroris itu tentu saja memberikan luka yang sangat mendalam kepada keluarga kami. Meskipun saat itu saya masih sangat muda dan tidak terlalu sering bertemu dengan sosok Bapak, tapi kehilangan Bapak untuk selamanya adalah hal yang mengubah banyak hal di hidup saya. Saat saya ingin berkeluh kesah mengenai masalah yang saya hadapi atau sekedar hanya untuk bercerita, saya hanya bisa melakukannya pada Ibu. Berbeda sekali rasanya jika saja ada sosok ayah yang juga bisa saya ajak untuk bercerita. Saat ayah sahabat-sahabat saya yang pernah memberikan waktunya untuk mendengarkan cerita saya, ada rasa yang berbeda yang saya rasakan, rasa yang tidak pernah saya temukan saat bercerita kepada Ibu.”

 

Wina, one of the children of Bali bombing 1 victim
Wina setelah menyelesaikan ujian skripsinya

“Sejak lama, Wina telah memaafkan para pelaku Bom Bali 1. Kesalahan mereka di masa lalu adalah karena mereka menjalankan keyakinan mereka dengan cara yang salah. Saat melakukan bom bunuh diri, kematian adalah pilihan mereka sendiri, sementara bagi bapak dan ratusan korban Bom Bali lainnya, mereka tidak pernah memilih hari itu untuk meninggal. Kejadian ini mengubah hidup saya dan ratusan keluarga para korban yang terdampak secara langsung oleh kejadian tersebut. Wina memaafkan mereka, namun Wina tidak pernah melupakan kejadian itu.” Sambungan telepon berhenti sejenak, terdengar sayup-sayup isak Wina di seberang sambungan telepon.

Wina melanjutkan ceritanya dengan ketenangan yang luar baisa “Semua hal yang telah terjadi, saya sudah dapat menerimanya. Saya tidak menyesal karena kejadian tersebut, karena saya yakin Bapak sudah tenang di sisi-Nya. Saya yakin Bapak bahagia disana melihat Wina bisa melanjutkan kuliah dan lulus dengan baik. Bapak akan berbahagia disana melihat saya wisuda nanti”

“Pesan Wina untuk mereka di luar sana, semua niat baik harus dilaksanakan dengan cara yang baik. Tidak ada Tindakan buruk yang mendatangkan kebaikan bagi siapapun. Kebebasan melaksanakan suatu hal yang dianggap baik juga dibatasi oleh kebebasan dan hak orang lain untuk hidup. Setiap nyawa adalah berharga.”

“Bagi para relawan, donatur, serta semua pihak di program beasiswa KIDS yang telah membantu saya dan keluarga, saya ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Kita tidak pernah saling mengenal, namun dengan bermurah hati Anda semuanya telah membantu untuk bisa melanjutkan pendidikan anak-anak korban Bom Bali. Tanpa kebaikan dari semuanya, saya mungkin tidak akan pernah bisa bersekolah. Tidak hanya itu, bantuan pendidikan yang telah saya terima telah menjadikan saya orang yang berbeda. Saya berpikiran lebih terbuka, belajar untuk melihat suatu hal dari berbagai sisi yang berbeda. Saya berani bermimpi lebih tinggi dan menggapainya.  Saya berani mengambil peluang yang ada di depan saya dan berjuang sekuatnya menaklukan semua kesulitan dan rintangan untuk bisa mencapai hal yang saya inginkan. Terima kasih banyak.” Wina mengakhiri ceritanya.

Meskipun 19 tahun telah berlalu, kejadian serangan Bom Bali 1 tentunya masih segar di ingatan para korban dan keluarganya. Mari jadikanlah peringatan hari ini menjadi renungan bagi kita dan menjadi pelajaran berharga yang untuk menjalani kehidupan yang penuh damai di masa depan.

Mari, tundukkan kepala sejenak untuk berdoa bagi para korban.